Friday, September 20, 2013

Dial A for Analog #2

Masih bersama si FM10, tapi kali ini dalam versi favorit saya: monokrom. Yeay!

Kamera: Nikon FM10
Film: Lucky BW 100 

Dial A for Analog #1

Saya kasihan melihat kamera analog saya yang sudah lama sekali tidak disentuh. Lensanya mulai berjamur, cat di body-nya semakin banyak yang mengelupas. Bukan apa-apa, harga cuci film di tempat langganan saya sekarang naudzubillah mahalnya: 30 ribu! Belum lagi beli film-nya. Berhubung beberapa waktu yang lalu saya ada sedikit rezeki, ditambah muncul hasrat jeprat-jepret lagi sehabis nonton Pecker, maka bervakansilah saya bersama si FM10. Ini beberapa hasilnya, monggo...

Kamera: Nikon FM10
Film: Kodak ColorPlus 200

Thursday, September 19, 2013

Medianeras: Penyakit itu Bernama Kesepian

Di tengah rimba beton dan besi bernama Buenos Aires, hiduplah dua manusia yang didera penyakit bernama kesepian. Mereka --masing-masing bernama Martin dan Mariana-- sama-sama menarik diri dari masyarakat dan mengerucutkan dunia mereka menjadi sesempit kamar apartemen. Di kamar mereka masing-masinglah, dua manusia ini berusaha melakukan coping terhadap penyakit yang bersumber dari masalah yang sama: patah hati.

Martin adalah seorang web designer, setelah ditinggal kekasihnya ke Amerika, dia menjadi orang asing yang terobsesi dengan internet dan membeli barang-barang tidak berguna yang kemudian membuat kamarnya menjadi lebih sempit dari kamar seorang hikikomori. Sedangkan Mariana adalah seorang arsitek yang lebih banyak berinteraksi dengan manekin di kamarnya ketimbang dengan manusia setelah dia berpisah dengan pacarnya empat tahun yang lalu.

Kita semua tahu bagaimana kisah semacam ini akan berakhir. Dua manusia yang kesepian ini akan bertemu, merasa cocok, hidup bersama, dan kemungkinan besar akan hidup bahagia selamanya. Ending-nya memang seperti itu, dan saya sudah tahu sejak awal, tapi cerita tentang bagaimana mereka berjuang untuk menjaga kewarasan di dunianya masing-masing sebelum akhirnya mereka berdua bertemulah yang menjadi begitu menarik untuk ditonton.

Konon, ketika diturunkan ke Bumi, Adam terdampar di India, sedangkan Hawa tersesat di Arab. Mereka membutuhkan waktu puluhan tahun sebelum akhirnya bertemu. Berbeda dengan nenek moyangnya, Martin dan Mariana tinggal di apartemen yang hanya dipisahkan oleh jalan raya, tapi jaraknya terasa lebih jauh daripada India-Arab dengan usaha untuk mengasingkan diri yang kuat dari keduanya. Plus, jangan lupa, mereka hidup di belantara kota, tempat di mana untuk menemukan diri sendiri saja susahnya bukan main, apalagi menemukan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Mariana suatu ketika: "If I can't find a person when I know who I'm looking for, how can I find a person when I don't know who I'm looking for?"

Film ini juga menyoroti dampak internet dan teknologi yang bertanggungjawab terhadap munculnya alien-alien di dunia. Klise memang, tapi terasa segar karena dibalut dengan bahasa visual yang indah dan dialog-dialog yang jujur. "The Internet brings me closer to the world, but further from life," kata Martin.

Secara keseluruhan, saya sangat suka film ini. Meskipun tema dan aktingnya biasa saja, tapi seperti yang saya bilang di atas: bahasa visualnya indah, dan unik. Pada beberapa bagian kita malah hanya akan disuguhi oleh slide show foto yang diberi narasi. Akhir kata, seperti biasa, selamat menonton!